POJOK BUKU ON MEDIA INDONESIA
Kolaborasi Seumpama dan Post Santa di Pojok Buku bulan Februari ini diliput oleh tim Media Indonesia. Artikel ini terbit di versi cetak dan online Media Indonesia hari Minggu, 28 Februari 2016.
SAAT kebanyakan pasangan yang sedang kasmaran meluangkan waktu untuk merayakan hari kasih sayang, 14 Februari 2016 kemarin, langkah kaki saya justru mengantarkan saya ke One Fifteenth Coffee di Gandaria, Jakarta. Di kafe itu saya berniat mengikuti blind date alias kencan buta. Namun, bukan sesosok lawan jenis yang hendak saya temui dalam kencan buta. Jodoh yang saya cari untuk dibawa pulang hari itu ialah buku.
Kencan buta dengan buku itu diadakan Post dan Seumpama, dua toko buku yang rutin mengadakan aktivitas terkait bacaan. Ketika saya tiba siang itu, tersisa tiga buku saja di atas meja bundar di salah satu sudut kafe tersebut. Buku-buku yang dibungkus dengan kertas putih dan bertalikan pita merah bertumpuk menyajikan rahasia.
Hanya ada sebaris kalimat kutipan dari buku yang terbungkus. Bila berminat, pengunjung bisa merogoh kocek Rp50 ribu dan memilih salah satu bingkisan berisi buku itu. Begitulah jodoh buku yang akan dikencani. Dipilih hanya berdasarkan sepenggal kutipan. Apakah Anda akan jatuh cinta pada kutipan pertama? Itulah pertanyaannya.
“Untuk para pendusta, bandit-bandit kecil, yang sekali pun bandel tetap mencintai ibu mereka,” kutipan itu membuat saya berjodoh dengan buku Sarapan Pagi Penuh Dusta yang ditulis Puthut EA. Sekitar pukul 15.00, semua buku di atas meja itu telah menemukan pemilik baru. Menurut Ninit dan Rassi dari Seumpama yang menjaga buku-buku dalam program kencan buta dengan buku tersebut, mereka sebenarnya sudah menambah jumlah buku yang ditawarkan, tetapi selalu habis.
Di hari sebelumnya, Sabtu (13/2), mereka membawa 10 buku dan hari itu ada 12 buku yang ditawarkan. Sebagian memang sengaja datang untuk kencan buta dengan buku itu. Sebagiannya lagi dipilih pengunjung kafe yang kebetulan sedang di sana dan tertarik dengan konsep itu. Konsep unik ini mungkin dianggap menarik bagi kaum urban yang selalu mencari gairah dari hal-hal baru.
Di tengah kesibukan warga perkotaan yang aktif, nyatanya buku masih memiliki ruang yang istimewa. Tidaklah mengherankan di toko buku masih bisa dijumpai orang-orang yang datang di akhir pekan, tidak hanya untuk langsung membeli buku, tapi berlama-lama di sana untuk mengintip dan membaca sebagian buku. Apalagi, di akhir pekan, toko buku juga sering dijadikan tempat kegiatan bedah buku, peluncuran buku, bahkan mendongeng untuk anak-anak.
Di sisi lain, ada yang seperti Evi, terbiasa membaca buku di taman. Ketika dijumpai Minggu (7/2) pagi di Taman Catleya, Jakarta Barat, perempuan berkacamata itu sedang duduk di taman, di sisi sepedanya. Dia memilih membaca buku sembari mendinginkan badan yang tadinya bermandikan peluh sehabis berlari di taman itu. “Rasanya enak saja membaca buku sehabis berlari di taman. Badan segar dan pikiran jernih jadi bisa fokus,” ujarnya.
Tak mesti sendiri
Membaca memang identik dengan kegiatan sunyi yang dilakukan sendiri. Namun, tidak ada salahnya menjajal keseruan yang ditawarkan dalam konsep klub buku. Salah satunya seperti yang diadakan Minggu (21/2) sore di One Fifteenth Coffee oleh Post dan Seumpama yang bertema Buku teman minum kopimu. Setiap peserta membawa buku yang ingin dibahasnya, baik buku yang memang sedang dibaca maupun buku favorit yang sudah tamat dibacanya. Beberapa klub buku lain menawarkan konsep berbeda, semisal mendiskusikan satu buku yang sama.
Berkenalan dengan orang baru menawarkan keseruan tersendiri dalam klub buku karena kita jadi bisa kenal dengan orang-orang dari lingkungan sosial dan profesi berlainan. Lalu ditemani secangkir kopi, satu per satu menceritakan buku yang dibaca, apa yang mereka suka dari buku itu maupun yang kurang disukai. Bila kebetulan ada peserta lain yang sudah membaca buku yang sama, tidak menutup kemungkinan diskusi dan perdebatan pun terjadi.
Itulah yang hadir ketika Rahael Erdiana, 29, bercerita soal buku The Kite Runner karya Khaled Hosseini. Sehari-hari perempuan satu ini berkecimpung di bisnis alumunium dan beberapa tahun terakhir lebih banyak membaca buku soal bisnis hingga dia merasa ada bagian dari dirinya yang hilang dan perlu didekatkan kembali dengan novel dengan kisah soal kehidupan.
Tidak ada yang menampik buku itu memang bagus dan mengaduk emosi, tapi Teddy Kusuma, 35, yang sudah pernah membaca buku yang sama berpendapat ada beberapa bagian yang terasa kurang realistis. “Penulisnya kurang membangun cerita untuk membuat sikap si tokoh itu masuk akal,” komentar Teddy menyatakan kritiknya untuk buku tersebut.
Nyatanya buku yang sama belum tentu sampai ke pembaca dengan cara yang sama. Pada akhirnya, pengalaman, pengetahuan, dan referensi tiap-tiap orang akan memengaruhi cara menghayati bacaannya. Maesy Ang, 31, salah satu pemilik Post yang juga pecinta buku berpendapat semua latar belakang kita akan mengisi perspektif kita ketika membaca. Inilah yang menjadikan aktivitas membaca bersama dalam klub buku atau sejenisnya menjadi menarik karena jadi bisa bertukar perspektif. Nah, bagi yang mau melatih kemampuan meresensi buku, ajang diskusi buku bisa memberikan amunisi pujian ataupun kritik.
Syarafina Vidyadhana, 23, mahasiswi yang baru saja lulus dari perkuliahannya di jurusan sastra menggandrungi kegiatan membahas buku semacam itu. “Saya tidak punya cukup banyak waktu untuk disia-siakan dengan membaca buku yang jelek. Jadi, sekalinya baca ingin buku yang bagus,” akunya menambahkan kegiatan diskusi dan klub buku membantunya mendapat referensi dan rekomendasi bacaan yang baik.
Jika Anda sedang ingin mendapat rekomendasi buku bagus, sekadar mengobrolkan buku seru yang sudah dibaca, ataupun hanya ingin bertemu dengan sesama pecinta buku, tak ada salahnya mencoba mencari klub buku yang banyak bertebaran di kota Anda. Namun, kalaupun Anda tidak punya waktu untuk duduk bersama dan hanya membutuhkan rekomendasi, bisa juga manfaatkan berbagai media sosial para penggila buku yang menawarkan rekomendasi bacaannya. “Instagram dan media sosial yang lain itu banyak yang bagus kok, tergantung pada kita saja mau mengikuti akun yang seperti apa,” ujar Maesy dengan senyum tipisnya. (M-2)
– See more at: http://www.mediaindonesia.com/news/read/31053/cara-seru-mengakrabi-buku/2016-02-28#sthash.yD1gF8NN.dpuf