Shop

View mode:
Sort by:

Titus ikut Ayah melaut. Sesampainya di sana, Titus malah merasa pusing dan mual. Padahal, ia sangat ingin melihat ikan cakalang berenang di laut. Bisakah Titus melihat mereka?

“Ke manakah aku harus pergi?” Begitulah pikir Haris si Gajah saat kehilangan rumahnya. Hutan tempat tinggal Haris telah musnah, dibakar manusia. Haris yakin masih ada hutan untuk Haris dan teman-temannya. Di manakah itu? Amankah? Bagaimana mereka menghadapi manusia?

Haris dan Atan harus menghadapi akibat dari kerusakan lingkungan akibat kegiatan manusia di hutan, dan mencari rumah baru untuk tinggal tentu tidak mudah. Kami membayangkan kalau harus meninggalkan rumah tempat kami tinggal saat ini pasti sedih juga. Apalagi kalau ancaman itu terus mengikuti. Cerita ini memberikan perspektif kesadaran lingkungan, melihat Haris mencari kehilangan rumahnya mengingatkan kami tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem di sekitar kita, karena dunia ini kan bukan cuma punya manusia, tapi seluruh makhluk hidup yang ada. Maka harapan yang dijaga juga harus memikirkan semua.

Hutan Harapan Haris ditulis oleh Endah Herawati dan diilustrasikan oleh Yosia Raduck.

Tengah malam, aku terbangun tiba-tiba. Aku melihat Ibu belum tidur.

Aku heran. Ibu tidur tidak, ya?

Kisah ini ditulis dari perspektif seorang anak yang melihat ibunya yang selalu ada dan tidak pernah tidur. Ibu selalu sedang melakukan sesuatu. Ia rasa ibunya tidak pernah tidur. Ia pun mencoba mencari tahu.

Ditulis dalam bahasa Jawa, disertai terjemahan bahasa Indonesia.

Kumbang-kumbang koksi harus pindah mencari tempat baru. Namun salah satu kumbang, Kosi, terpisah dari teman-temannya.

Akhirnya ia bertemu dengan teman-temannya. Namun ada yang aneh ketika ia mengikuti mereka.

Apa yang terjadi?

Bahaya apa lagi yang mengancamnya?

Itukah Teman Kosi masuk Jenjang B3 dari Seri Buku Berjenjang terbitan Litara dan Gagas Ceria. Buku ini disertai panduan bagi guru dan orang tua, lembar kegiatan, serta pertanyaan pemantik yang bisa dipakai setelah membaca buku. Cari tahu lebih jauh tentang kategori jenjang membaca di artikel ini.

Bunga-bunga jepun berjatuhan hingga hanya satu yang tersisa. Kupu-kupu dan laba-laba khawatir, angin kencang akan menggugurkan jepun kecil itu. Bisakah mereka menjaganya agar tidak jatuh?

Keindahan bunga jepun yang kami suka ternyata juga memesona kupu-kupu dan laba-laba. Cerita ini mengajak kami untuk kembali menghargai dan menjaga keindahan-keindahan di sekitar kita. Kadang untuk melakukannya kita harus berhenti melakukan yang menyibukkan kita, kadang harus melawan angin kencang, kadang juga kehilangan cara. Kami belajar banyak dari kupu-kupu dan laba-laba yang begitu mencintai dan ingin menjaga indahnya si bunga jepun.

Bujang sedih sekali. Semua binatang pergi. Di hutan tak ada lagi labi-labi. akankah Bujang mendapatkan makanan kesukaannya ini?

Seperti anggota Suku Kubu lainnya yang tinggal jauh dari keramaian di antara perpohonan rimba Sumatra, Bujang terbiasa berpindah-pindah dan hidup dari hasil perburuan. Jika ada anggota keluarga yang meninggal atau jika ada masalah di tempat itu,  barulah mereka pindah mencari tempat baru. Namun lingkungan mereka cepat berubah. Kebakatan hutan dan pengalihan lahan memaksa sebagian Suku Kubu untuk menyesuaikan gaya hidup mereka. Kisah ini mengajak kita mengintip kehidupan kelompok suku asli di Indonesia yang kehidupannya terancam oleh modernisasi dan pengalihan fungsi alam, serta bagaimana kedekatan hidup dengan alam menjadi kunci utama kebertahanan budaya mereka.

Jangan Sedih, Bujang! ditulis oleh Sofie Dewayani dan diilustrasikan oleh Dina Riyanti.

Semua orang sibuk mempersiapkan kelahiran adik bayi. Mbah meminta Slamet menjaga jarik yang disiapkan untuk adik. Slamet bosan. Dia mulai bermain dengan jarik-jarik itu, dan … oh, tidak! Jarik itu robek. Apa kata Mbah nanti? Apa yang akan dilakukan Slamet?

Kami senang sekali mengikuti Slamet main-main sambil menantikan sang adik untuk datang, dan ikut deg-degan waktu jarik adik robek. Cerita tentang sehelai jarik yang ditulis dengan hangat dan ilustrasi yang menggemaskan.

Jarik Adik ditulis oleh Endah Herawati dan diilustrasikan oleh Eleonore Grace.

Cici, peri kecil yang lincah sedang bingung. Karen, sahabatnya, hari ini berulang tahun, tapi ia belum punya kado untuknya.

Karen suka Lidi-lidi Geli, kue Lupa-lupa Ingat, atau Boneka Dadadidu – wah, itu apa saja ya? Tapi Karen malah tidak mau apa-apa. Cici senang-senang saja sampai Bubi datang dengan kado yang begitu besar. Cici jadi kesal. Di tengah kekesalannya, peri cilik itu masuk ke hutan terdalam dan bertemu dengan Capung Tralala yang mengikutinya ke mana-mana. Cici pun punya ide kado untuk Karen.

Kado buat Karen juga disertai terjemahan Bahasa Jawa sebagai upaya mendekatkan anak-anak pada bahasa daerah. Cerita ini menggunakan Bahasa Jawa ngoko.

Kado untuk Karen membawa imajinasi kami jalan-jalan ke dunia peri, tapi juga mengizinkan kami untuk menghidupi ke-peri-an yang ada di setiap kita. Dalam cerita ini, kita bisa diajarkan cara membuat kado-kado peri. Bayangkan!

Mencari sesuatu buat orang yang kita sayangi seringkali jadi susah, kita ingin memberikan sesuatu yang istimewa, dan juga berbeda. Gimana caranya? Jadinya bingung dan kesal seperti Cici. Kami sering ada di situasi seperti itu. Tapi perasaan bisa berbagi hal yang istimewa dengan orang-orang tersayang itu begitu membahagiakan. Memberi jadi sama menyenangkannya dengan menerima kasih sayang. Kado untuk Karen dengan penuh imajinasi mengajak kita mengintip pergulatan rasa itu.

Kado untuk Karen ditulis dan diilustrasikan oleh Lina Kusuma Dewi.

Kancil Hijau pulang membawa sekarung terong, upah karena membantu panen Pak Tani. Dalam perjalanan, ia bertemu Kancil Ungu dan adiknya. Mereka sedang kesulitan mencari terong.

Terong?

Kancil Hijau punya sekarung! Namun ia tak mau memberikannya. Ia kan sudah kerja keras?

Ditulis dalam bahasa Madura dan disertai terjemahan bahasa Indonesia.

Banyak binatang di hutan lindung Pura Sajau. Arai dan Adik menghitungnya. Ada berapa ya?

Membaca Ke Hutan Lindung menyenangkan sekali.  Arai dan Adik mengajak kami berkenalan dengan binatang (mata yang awas akan melihat mereka yang besar dan yang kecil tersembunyi), melihat alam lebih dekat, dan bermain hitung sambil melakukannya. Cerita yang sederhana dan penuh arti, dengan ilustrasi yang kaya dan membuat kami ingin sekali pergi ke hutan lindung!

Ditulis oleh Rezcy Amalia, yang lahir di pinggir pantai di Makassar. Ia tumbuh besar dan berkuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Makassar. Ia mengajar di Pesantren Hidayatullah Tarakan Kalimantan Utara sebelum pindah ke Bulungan untuk mengajar di SDN 001 Tanjung Palas Timur hingga sekarang.

Singgih Cahyo biasa dipanggil “Didiw” oleh teman-temannya. Ia mahasiswa Jurusan Kriya Keramik ITB yang gemar akan dunia ilustrasi. Singgih banyak belajar dari mata kuliah pilihan ilustrasi buku anak yang diambilnya. Ia senang sekali ketika mendapat kesempatan menuangkan ilustrasinya dalam buku anak. Gaya ilustrasinya banyak dipengaruhi teknik manual seperti gouache ataupun cat air. Menurutnya media manual terlihat lebih organik dan ekspresif.

Hari ini ada yang ulang tahun. Kungkang akan datang untuk memberikan kejutan.

Namun, Kungkang sangat lambat!

Makannya sangat lambat.

Jalannya sangat lambat.

Aduh, apakah Kungkang akan datang terlambat?

Macan jengkel. Sudah gagal memangsa kancil, badannya sakit menabrak pohon. Ia berkeliaran mencari mangsa lain. Dan itu ada kera sedang memanjat pohon.

Di atas pohon, Kera sedang memilih pisang tanduk dan melihat Macan perlahan-lahan mendekat. Wah bagaimana ini? Tidak sempat lari. Ah, sudahlah gampang. Kera punya akal.

Apa Kera berhasil mengakali Macan?

Ditulis dalam bahasa Jawa, disertai terjemahan bahasa Indonesia

 

Showing 37–48 of 134 results

Shopping cart